Syiah antara Fitnah dan Fakta : Penjelasan Taqiyah
Syiah antara Fitnah dan Fakta : Penjelasan Taqiyah
Kita mulai pembahasan dengan sebuah ilustrasi dialog atau perdebatan antara dua orang, yang satu orang Sunni dan yang lain orang Syiah.
Syiah: Percuma saja berdialog. Toh Anda tak akan mempercayai kata-kata saya.
Sunni: Kenapa?
Syiah: Karena Anda menganggap saya sedang taqiyah. Apapun yang saya sampaikan Anda anggap sebagai kebohongan.
Sunni: Tapi, bukankah memang begitu? Seluruh perilaku kalian, orang Syiah, ketika berinteraksi dengan kaum Muslimin adalah taqiyah.
Syiah: Memangnya apa yang Anda ketahui dari konsep taqiyah?
Sunni: Taqiyah artinya kalian boleh, bahkan harus, menyembunyikan keyakinan asli kalian. Ini adalah kebohongan dan kemunafikan.
Syiah: Kemunafikan beda dengan taqiyah. Kemunafikan itu menyembunyikan keburukan di balik sikap lahiriah yang baik. Sedangkan taqiyah adalah kebalikannya, yaitu menyembunyikan kebenaran dengan berpura-pura bersikap sesuatu yang berbeda.
Sunni: Itulah masalahnya. Yang kalian sembunyikan adalah keyakinan busuk kalian, dan kalian berpura-pura bersikap baik.
Syiah: Keyakinan yang mana?
Sunni: Semuanya. Semua keyakinan kalian itu sesat. Kalian melaknat para sahabat yang mulia. Rukun iman kalian berbeda. Kalian punya Alquran yang berbeda.
Syiah: ltu semua bukan keyakinan kami. Dan sudah kami jelaskan dengan argumen yang sangat kuat bahwa kami bukan pelaknat Sahabat atau bahwa Alquran kami sama dengan Alquran kalian.
Sunni: Itulah kelicikan kalian dalam berbohong. Semua argumen itu bohong. Apapun yang kalian tampakkan adalah topeng kebohongan.
Syiah: Jadi, ketika Ayatullah Khamenei dan semua ulama besar Syiah memfatwakan keharaman melaknat sahabat, menurut Anda mereka sedang bertaqiyah dan berbohong?
Sunni: Ya, fatwa itu hanya pemanis di mulut. Di belakang kalian tetap melaknat sahabat.
Syiah: Anda tahu dari mana? Anda punya bukti bahwa para ama Syiah yang mengharamkan pelaknatan itu secara diam-diam melaknat para Sahabat?
Sunni: Sulit menemukan buktinya. Kalian kan memang terlatih untuk menyembunyikan keyakinan kalian itu.
Syiah: Terus, dari mana Anda bisa mengambil kesimpulan seperti itu?
Sunni: Kalian punya hadis-hadis yang memperbolehkan pelaknatan. Itu ada di dalam kitab hadis shahih kalian.
Syiah: Para ulama Syiah sudah memberikan bantahannya. Dalam mazhab kami, tidak ada yang namanya kitab hadis Shahih. Semua hadis yang ada di kitab kami yang manapun harus dikritisi.
Sunni: Bantahan itu tidak sungguh-sungguh, juga merupakan bagian dari kepura-puraan. Kalian memang pandai, bersilat lidah.
Syiah: Soal Alquran yang beda, di Iran, ratusan anak kecil di bawah sepuluh tahun hapal Alquran 30 juz. Orang dewasanya apalagi. Yang dihapal itu Alquran yang persis sama dengan Alquran lain di seluruh dunia.
Sunni: Tidak peduli mau berapa ribu orang Syiah yang hafizh Alquran. Semuanya taqiyah.
Syiah: Taqiyah hanya boleh dilakukan kalau ada ancaman kepada nyawa dan harta kami. Para ulama kami tidak berada dalam ancaman saat mengeluarkan fatwa keharaman melaknat Sahabat. Anak-anak kecil Iran ltu, apalagi. Tak ada yang mengancam mereka agar mau menghafal 30 juz Alquran.
Sunni: Tidak seperti itu. Taqiyah itu adalah kebohongan dan dusta. Jadi, tidak ada hubungannya dengan adanya ancaman apapun.
Syiah: Pengertian taqiyah seperti yang Anda katakan tadi tidak ada di dalam mazhab kami. Kami boleh ber-taqiyah ketika ada ancaman. Sepanjang sejarah, kaum Syiah sering sekali terancam pembunuhan, bahkan sampai hari ini. Anda bisa lihat di Suriah dan lrak. Sedangkan kebohongan adalah hal yang terlarang. Itu tercantum di kitab-kitab fatwa para ulama kami.
Sunni: Ini juga salah satu contoh taqiyah. Kalian sembunyikan definisi taqiyah yang sebenarnya. Lalu, kalian kemukakan definisi lain kepada publik yang kira-kiranya bisa diterima.
Syiah: Tolong tunjukkan kepada saya, satu saja, bukti yang menyatakan bahwa ajaran Syiah memang memperbolehkan pengikutnya berbohong kapan saja dan di mana saja. dan menyebut perilaku ini sebagai pengamalan taqiyah.
Sunni: Ah, pokoknya kalian tukang bohong, tukang taqiyah. Titik!
Secara keseluruhan, dialog di atas adalah imajiner. Tapi, bagian-bagian dari dialog itu, seluruhnya benar-benar nyata. Anda dengan mudah bisa menemukannya di jejaring sosial. Isu taqiyah ini memang sangat menyulitkan adanya diagog intra-umat Islam demi kerukunan. Bagaimana mungkin kita berdiaiog dengan orang yang sejak awal, secara apriori, sudah memvonis kita sebagai pembohong dan tukang rekayasa?
Uraian singkat tentang takiyah berikut ini disampaikan dengan asumsi bahwa para pembaca buku ini bukanlah jenis orang yang fanatik buta dan menutup diri dari dialog.
Pertama, dalam mazhab Syiah, berbohong itu haram. Makin berat dosanya jika kebohongan itu sampai merugikan orang lain. Tentu dosa berbohong makin dahsyat manakala menimbulkan fitnah.
Kedua, taqiyah adalah kebolehan untuk menampakkan apa yang tidak diyakini, sedangkan hati tetap dalam keimanan atas apa yang diyakini. Salah satu rujukan utama taqiyah adalah peristiwa Ammar bin Yassir, saat dia diancam kaum kafirin Quraisy. Saat itu, karena terancam dibunuh, Ammar dengan terpaksa berpura-pura menyembah berhala.
Jadi, poinnya adalah adanya ancaman. Ketika tidak ada ancaman, orang Syiah bisa tampil secara terang-terangan. Misalnya, para diplomat Iran tak pernah berpura-pura menjadi $unni saat berkunjung ke Indonesia karena keamanan mereka selama di Indonesia dilindungi oleh pemerintah.
Penjelasan mendetail ada pada link Taqiyah dalam pandangan Sunni dan Syiah
Dikutip dari buku Syiah antara Fitnah dan Fakta oleh Tim Kajian IKMAL